Selasa, 10 September 2013

MAKALAH KORUPSI DI INDONESIA


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

MAKALAH
KORUPSI DI INDONESIA








Makalah  ini disusun guna memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengajar : Luther Manalu

Nama      :  Diky Sumakarya
NIM       :  131020010216
Kelas      :   I

 (Program Diploma I Keuangan, Spesialisasi Pajak Konsentrasi PBB-P2)


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN
2013

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Akhir-akhir ini kasus masalah korupsi menjadi perbincangan hangat di media masa Indonesia, seiring dengan perkembangan zaman kasus tersebut terkadang sering dianggap menjadi kasus yang dianggap sepele sehingga pada akhirnya menjadi budaya yang mulai merebak mulai dari tingkat nasional sampai daerah. Bahkan kasus-kasus tersebut dalam perkembangan selanjutnya mulai bervarian terutama di negeri tercinta ini.
Dari sekian banyak masalah kasus Korupsi hanya beberapa mungkin yang kasusnya dapat terselesaikan selebihnya hilang begitu saja. Semua itu tidak terlepas dari rapuhnya unsur pemerintahan mulai dari eksekutif, yudikatif dan legislatif. Perkembangan bangsa Indonesia-pun selama kurun waktu 68 (enam puluh delapan) tahun kemerdekaannya, terasa tidak terlalu memberikan dampak kemajuan yang positif bagi rakyatnya. Terbukti dengan banyaknya kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan kecemburuan social yang begitu tinggi pada masyarakat sehingga pada akhirnya memicu konflik, keresahan dan tindakan kriminal pada masyarakat.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

B.     Pengertian Korupsi

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, yakni “corruptio” diambil dari kata kerja “corrumperre” yang mempunyai makna busuk, rusak, memutarbalikkan, menggoyahkan dan menyogok.
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Sementara itu, Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada istilah penyuapan, yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap.
Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan atas dasar kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam bentuk kolaborasi dalam merugikan keuangan negara.
Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
a)      Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acap kali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
b)      Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
c)      Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh Negara menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
d)     Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
e)      Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
f)       Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
g)      Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaan kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
h)      Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.





C.    Korupsi Warisan Budaya Masa Lalu

Korupsi memang harus dikikis habis dari budaya kita, bagaimanapun caranya. Sejarah Korupsi di Indonesia ternyata tidak dimulai dari masa kini, namun pada masa kolonial Belanda pun korupsi telah ada, sehingga menjadi contoh budaya yang tidak baik pada masyarakat Indonesia saat ini.
Kolonialisme dan penjajahan telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripada berusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan. Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusi dan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
Berdasarkan fakta sejarah korupsi ternyata sudah ada dari masa lampau dan terbagi menjadi beberapa fase yaitu: zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut.

I.     Fase Zaman Kerajaan.

 Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita ketahui, kerajaan Majapahit hancur akibat perang saudara yang kita kenal dengan “Perang Paregreg” yang terjadi sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu, kerajaan Demak yang memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang, ada juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso (Amien Rahayu SS, Jejak Sejarah Korupsi Indonesia-Analis Informasi LIPI). Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.
Umumnya para Sejarawan Indonesia belum mengkaji sebab ekonomi mengapa mereka saling berebut kekuasaan. Secara politik memang telah lebih luas dibahas, namun motif ekonomi – memperkaya pribadi dan keluarga diantara kaum bangsawan – belum nampak di permukaan “Wajah Sejarah Indonesia”.
Sebenarnya kehancuran kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram) adalah karena perilaku korup dari sebagian besar para bangsawannya. Sriwijaya diketahui berakhir karena tidak adanya pengganti atau penerus kerajaan sepeninggal Bala-putra Dewa. Majapahit diketahui hancur karena adanya perang saudara (perang paregreg) sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Sedangkan Mataram lemah dan semakin tidak punya gigi karena dipecah belah dan dipreteli gigi taringnya oleh Belanda.






II.   Fase Zaman Penjajahan .

Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab degan sebutan “Kompeni”) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri, telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah. Ibarat anjing piaraan, suruhan panjajah Belanda ini telah rela diperbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari perhatian dengan harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam pemerintahan yang dibangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya. Tak ubahnya seperti drakula penghisap darah yang terkadang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup (Survival).





A.    Korupsi Masa VOC

Dalam tulisannya yang berjudul “The Ideal of Power in Javanese Culture”, Benedict Anderson (1972) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah ada sebelum Belanda menjajah Indonesia. Tengara Anderson ini tidaklah berlebihan, terutama jika kita mengikuti sejarah perkembangan lahirnya negara Indonesia jauh sebelum dideklerasikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penelitian ini mencoba mendeskripsikan korupsi sejak masa datangnya VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) di wilayah Nusantara.
VOC adalah sebuah asosiasi dagang yang pernah menguasai dan memonopoli perekonomian di wilayah Nusantara. Dalam catatan sejarah, asosiasi ini bahkan bertindak sebagai “pemerintah” yang berkuasa atas wilayah Nusantara. Praktik dagang yang dikembangkan sangat monopolis, sehingga tidak berlaku “hukum” mekanisme pasar dalam perekonomian. Tak ada kesejahteraan buat mereka yang tidak menjadi bagian elite monopolis. Hubungan dagang diwarnai oleh kecurangan-kecurangan dan persekongkolan yang cenderung korup. Karena tingginya tingkat korupsi di tubuh VOC itulah maka akhirnya VOC mengalami kebangkrutan. Sebagai bukti tingginya praktik kecurangan dan korupsi, kalangan kritis waktu itu memplesetkan VOC bukan kepanjangan dari “Verenigde Oost Indische Compagnie” tetapi kepanjangan dari “Verhaan Onder Corruptie” yang artinya runtuh karena korupsi. Menurut catatan sejarah, kebangkrutan VOC setidaknya terjadi pada paruh kedua abad XVIII.
Jika sejarah bangsa Indonesia ditelusuri dari adanya berbagai pengaruh dunia luar sejak jauh sebelum Indonesia merdeka, maka masa VOC turut berkontribusi menjadikan tumbuh dan berkembangnya korupsi di Indonesia hingga menjadi budaya (budaya korupsi). Pelajaran lainnya adalah bahwa ternyata korupsi berdampak negatif pada perekonomian, yang ditunjukkan oleh keruntuhan VOC itu sendiri yang disebabkan oleh akutnya praktik korupsi di dalam tubuhnya. Para pejabat VOC, mulai dari Gubernur Jendral hingga juru tulis, banyak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Bahkan dalam banyak kasus ditemukan jabatan-jabatan khusus yang berhubungan dengan perdagangan diperjualbelikan dan diberikan kepada orang yang memberikan penawaran tertinggi.

B.     Korupsi Masa Pemerintahan Hindia Belanda

Dalam bukunya yang berjudul “Politik, Korupsi, dan Budaya”, Ong Hok Ham menyatakan bahwa korupsi telah merasuk dan menjadi kenyataan hidup bangsa Indonesia. Korupsi sudah menjadi budaya bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu sejak jaman penjajahan Belanda. Ini dapat ditelusuri dai munculnya terminologi (istilah) “katabelece” sebagai salah satu modus operandi korupsi. “Katebelece sendiri berasal dari bahasa Belanda yang berarti Surat Sakti. Gunanya untuk mempengaruhi kebijakan/keputusan untuk kepentingan atau tindakan yang sifatnya menguntungkan pribadi atau kelompok“ (Thamrin, 2000).
Pernyataan Ong Hok Ham tersebut cukup memberi penegasan bahwa membudayanya korupsi di kalangan masyarakat saat pendudukan dan pengaruh VOC ternyata berlanjut hingga VOC itu sendiri hengkang dari bumi Nusantara. Berdasarkan catatan sejarah, munculnya penjajahan pemerintah Hindia Belanda atas Indonesia memang tidak dapat dipisahkan dari cerita dagang VOC di bumi Nusantara. Karena itu ketika Belanda menjajah Indonesia, korupsi yang sudah membudaya di kalangan masyarakat itu sulit diberantas.
Pergantian era dari VOC ke era Pemerintahan Hindia Belanda tidak menjadikan wilayah Nusantara terbebas dari praktik dan budaya korupsi. Meskipun upaya pemberantasan korupsi dilakukan, tetapi korupsi tetap saja terjadi, bahkan faktanya korupsi semakin merajalela. Politik tanam paksa yang diambil Belanda malah menjadikan praktik korupsi tumbuh subur di kalangan pejabat “pemerintahan” dalam negeri (yang merupakan orang-orang pribumi). Praktik korupsi sudah benar-benar merambah ke pejabat pribumi yang diberi kewenangan oleh Belanda. Korupsi bahkan tetap dan terus terjadi meskipun Belanda mencabut system tanam paksa dan diganti dengan system perekonomian liberal. Hal ini semakin memberikan pengetahuan kepada kita bahwa korupsi sudah tidak lagi dapat diselesaikan dengan pendekatan system perekonomian. Karena sudah terlampau merasuk merusak moral.

C.    Korupsi Masa Pendudukan Jepang

Dalam catatan banyak ahli sejarah, periode pendudukan Jepang dipercaya sebagai masa merajalelanya korupsi. Pemerintah pendudukan Jepang memberlakukan Indonesia sebagai arena perang, dimana segala sumber alam dan manusia harus dipergunakan untuk kepentingan perang bala tentara Dai Nippon. Bahkan akibat langkanya minyak tanah, yang diprioritaskan bagi kepentingan bala tentara Jepang, rakyat diwajibkan untuk menanam pohon jarak, yang akan diambil bijinya sebagai alat penerangan. Sangat sulit untuk mendapatkan beras atau pakaian pada saat itu (Thamrin, 2000).
Korupsi pada masa pendudukan tentara Jepang diperparah oleh adanya kekacauan ekonomi rakyat, dan terlalu berorientasinya Jepang pada ambisi untuk memenangi perang di kawasan Asia, sehingga pelayanan administrasi pemerintahan, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat diabaikan. Sebagaimana dinyatakan oleh Thamrin (2000), ahli sejarah banyak yang mencatat bahwa korupsi pada saat pendudukan Jepang bahkan lebih parah dibandingkan masa VOC maupun masa pemerintahan Belanda.

III.              Fase Zaman Modern.

 Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter, anti-demokrasi dan anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka. Indonesia tak ayal pernah menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya paling korup, bahkan hingga saat ini.
Pada zaman orde baru tindakan Korupsi dilakukan terpusat (sentralistis) sesuai dengan sistem pemerintahan pada zaman itu. Kekuasaan Soehrato yang kurang lebih memimpin Indonesia selama 32 Tahun mengakibatkan merebaknya tindakan Korupsi baik oleh keluarga, kerabat maupun kroni-kroninya. Usaha melanggengkan kekuasaannya mengakibatkan Negara banyak menderita kerugian, Kekuasaan yang melibatkan keluarganya dan pada akhirnya membentuk sebuah dinasti usaha dengan cara-cara tertentu agar dapat merapu uang Negara. Misalnya saja dalam bentuk Yayasan, yaitu Yayasan Supersemar. Yayasan ini merupakan sebuah perusahaan yang berkedok Yayasan, yang pada intinya tidak lain adalah guna meraup uang Negara. Selain iu juga kekuasaan Soeharto telah meninggalkan bekas hutang Negara ini pada bank internasional, yang imbasnya merugikan anak cucu kita nanti.

D.    Contoh-Contoh Kasus Korupsi di Indonesia

Ada berbagai macam kasus korupsi di Indonesia dari mulai tingkat nasional sampai tingkat daerah, dari kasus terkecil kelas teri sampai terbesar kelas kakap, dari jumlah ratusan sampai ribuan kasus yang tercatat baik di media maupun dalam pengolahan aparat yang berwenang seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada periode 2006-2011 KPK dipimpin bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra Marta Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu Plt. KPK ditolak oleh DPR. Pada 25 November 2010, M. Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dilanjutkan lagi oleh Abraham Samad sejak 2011.[1]
Berikut ini adalah kasus-kasus korupsi pernah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2011:
11 Februari KPK menangkap Jaksa Dwi Seno Widjanarko asal Kejaksaan Negeri Tangerang di kawasan Pondok Aren, Bintaro, Tangerang. Dia diduga memeras Agus Suharto, pegawai BRI Unit Juanda, Ciputat. Upaya pemerasan terhadap Agus suharto ini diduga terkait dengan perkara penggelapan sertifikat di BRI cabang Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan yang ditangani Jaksa Seno. Atas perbuatannya, Seno disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
4 Oktober KPK menahan FL (Bupati Nias Selatan periode 2006 s.d. 2011) dalam dugaan tindak pidana korupsi memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelanggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban.
KPK menetapkan Timas Ginting selaku pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenakertrans sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), kasus ini juga menyeret Muhammad Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni sebagai tersangka.
26 September Penyidik KPK menahan tersangka ME (Bupati Kabupaten Seluma)dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah di Pemerintah Kabupaten Seluma.
28 September KPK menetapkan RSP (mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan selaku Kuasa Pengguna Anggaran merangkap Pejabat Pembuat Komitmen) sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat kesehatan I untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dari dana DIPA Revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan Tahun Anggaran 2007.
8 September KPK menahanan tersangka B (pemimpin Tim Pemeriksa BPK-RI di Manado) dan MM (anggota tim Pemeriksa BPK-RI di Manado) atas dugaan penerimaan sesuatu atau hadiah berupa uang dari JSMR Wali Kota Tomohon periode 2005 s.d. 2010 terkait pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah Kota Tomohon Tahun Anggaran (TA) 2007.
25 Agustus KPK menangkap Kabag Program Evaluasi di Ditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Dadong Irba Relawan , Sesditjen P2KT I Nyoman Suisnaya dan direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati terkait kasus korupsi di Kemenakertrans , kasus ini juga membuat menakertrans Muhaimin Iskandar dan menkeu Agus Martowardojo diperiksa.
13 Agustus KPK menahan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games setelah ditangkap di Cartagena, Colombia pada tanggal 6 Agustus 2011 dan tiba di Jakarta, pada 13 Agustus 2011. Dalam upaya untuk menangkap Muhammad Nazaruddin yang buron, KPK melayangkan permohonan penerbitan Red Notice pada tanggal 5 Juli 2011 kepada Kepolisian RI yang diteruskan kepada Interpol. Sebelumnya KPK telah melakukan permintaan pencegahan terhadap Muhammad Nazaruddin kepada Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 24 Mei 2011.
1 Juni KPK menangkap tangan seorang hakim Pengadilan Hubungan Industrial Imas Dianasari di daerah Cinunu, Bandung, Jawa Barat karena menerima uang dari seseorang berinisial OJ ayng diduga merupakan karyawan PT OI.
2 Juni KPK menangkap tangan Hakim Syarifuddin diduga menerima suap Rp250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia (PT SCI), Puguh Wirawan. Selain uang Rp250 juta, KPK juga menemukan uang tunai Rp142 juta, US$116.128, Sin$245 ribu, serta belasan ribu mata uang Kamboja dan Thailanddi rumah dinas Syarifudin.
2 Juni KPK menangkap basah seorang Hakim pengawas di Pengadilan Niaga Jakarta yang diduga menerima uang suap di daerah Sunter Jakarta Utara. Dia diduga menerima suap dari kasus kepailitian..
22 November Penyidik KPK menangkap tangan jaksa Kasub Bagian pembinaan di Kejaksaan negeri Cibinong bernama Sisyoto bersama pengusaha E, AB dan satu orang sopir. Dalam penangkapan itu petugas KPK menemukan uang Rp 100 juta yang diduga merupakan suap untuk Jaksa Sisyoto.
11 Desember Kepolisian Thailand menangkap Nunun Nurbaetie, tersangka kasus cek pelawat yang menjadi buronan internasional. Ia ditangkap di sebuah rumah kontrakan yang berada di Distrik Saphan Sung, Bangkok, Thailand. Selanjutnya Nunun diserahkan ke KPK dan diterbangkan ke Indonesia.

E.     Peringkat Korupsi Indonesia di Mata Dunia

Berdasarkan penelitian survey dari beberapa sumber peringkat Korupsi Indonesia masih tinggi dibandingkan Negara lain di dunia. Pada tahun 2012, peringkat indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia menurun dari tahun sebelumnya. Dari 176 negara yang diukur oleh Transparancy International, Indonesia menempati urutan ke-118. Padahal tahun 2011, Indonesia menempati urutan ke-100 dari 183 negara.
Peringkat Indonesia tahun 2012 sejajar dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan Madagaskar. Sedangkan di Asia Tenggara, peringkat Indonesia berada di bawah Singapura (urutan ke-5), Brunei Darussalam (46), Malaysia (54), Thailand (88), dan Filipina (108). Indonesia unggul di atas Vietnam (123) dan Myanmar (172). Berdasarkan IPK, dengan semakin turun peringkat berarti negara itu semakin korup, begitu pula sebaliknya.[2]
Sedangkan angka korupsi di Indonesia selama tahun 2012 menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan tergabung dalam 60 besar negara terkorup di dunia versi Transparansi Internasional.
Seperti dilansir laman Transparansi Internasional,  Indonesia duduk di peringkat 118 dari daftar peringkat indeks persepsi korupsi 174 negara dunia. Namun jika mengacu poin tiap negara, Indonesia duduk di posisi 56 negara terkorup.
Indeks persepsi korusi di Indonesia mencapai poin 32. Indonesia berjarak 24 poin dari Somalia yang jadi negara terkorup. Indonesia terpaut 58 poin dari Denmark yang dinilai sebagai negara paling bersih dari korusi tahun 2012.[3]
Begitu prihatinnya bangsa Indonesia seharusnya Negara ini menjadi Negara maju yang kaya akan kekayaan alamnya dan menjadi contoh bagi Negara-negara Asia lainnya, namun apadaya ternyata prilaku korupsi masyarakatnya yang tidak pernah hilang telah menggerogoti kekayaan Negara ini, yang seharusnya kekayaan tersebut ditujukkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat namun hanya dinikmati oleh segelintir orang kaya tanpa memperhatikan dampak bagi masyarakatnya.












BAB II
DAMPAK KORUPSI


Korupsi pada suatu bangsa dapat memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan bangsa itu sendiri, terutama dalam perekonomian, kesejahteraan, tindak criminal masyarakat, maupun pandangan dunia terhadap bangsa Indonesia. Berikut ini akan dijelaskan secara garis besar dampak korupsi yang terjadi pada bangsa Indonesia apabila hal tersebut dilakukan secara terus menerus;

A.    Bagi Rakyat Indonesia

1. Lesunya Perekonomian
Lesunya Perekonomian Korupsi memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi Korupsi merintangi akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas Korupsi memperlemah aktivitas ekonomi, memunculkan inefisiensi, dan nepotisme Korupsi menyebabkan lumpuhnya keuangan atau ekonomi suatu negara Meluasnya praktek korupsi di suatu negara mengakibatkan berkurangnya dukungan negara donor, karena korupsi menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing

2. Meningkatnya Kemiskinan
Meningkatnya Kemiskinan Efek penghancuran yang hebat terhadap orang miskin: Dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin Dampak tidak langsung terhadap orang miskin Dua kategori penduduk miskin di Indonesia: Kemiskinan kronis (chronic poverty) Kemiskinan sementara (transient poverty) Empat risiko tinggi korupsi: Ongkos finansial (financial costs) Modal manusia (human capital) Kehancuran moral(moral decay) Hancurnya modal sosial (loss of capital social)



3. Tingginya angka kriminalitas
Tingginya angka kriminalitas Korupsi menyuburkan berbagai jenis kejahatan yang lain dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan. Menurut Transparency International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika agka korusi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement juga meningkat. Dengan mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan yang lain.

4. Demoralisasi
Demoralisasi Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah dalam penglihatan masyarakat umum akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Jika pemerintah justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintah. Praktik korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan warga masyarakat. Menurut Bank Dunia, korupsi merupakan ancaman dan duri bagi pembangunan. Korupsi mengabaikan aturan hukum dan juga menghancurkan pertumbuhan ekonomi. Lembaga internasional menolak mebantu negara-negara korup. Sun Yan Said: korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik.

5. Kehancuran birokrasi
Kehancuranbirokrasi Birokrasi pemerintah merupakan garda depan yang behubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh de dalam birokrasi. Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri. Transparency International membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu korupsi administratif dan korupsi politik.

6. Terganggunya Sistem Politik dan Fungsi Pemerintahan
Terganggunya Sistem Politik dan Fungsi Pemerintahan Dampak negatif terhadap suatu sistem politik : Korupsi Mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindakan korupsi. Contohnya : lembaga tinggi DPR yang sudah mulai kehilangan kepercayaan dari Masyarakat Lembaga Politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok.

7. Buyarnya Masa Depan Demokrasi
Buyarnya Masa Depan Demokrasi Faktor Penopang Korupsi ditengah Negara Demokrasi Tersebarnya kekuasaan ditangan banyak orang telah meretas peluang bagi merajalelanya penyuapan. Reformasi neoliberal telah melibatkan pembukaan sejumlah lokus ekonomi bagi penyuapan, khususnya yang melibatkan para broker perusaaan publik. Pertambahan sejumlah pemimpin neopopulis yang memenangkan pemilu berdasar pada kharisma personal malalui media, terutama televisi, yang banyak mempraktekan korupsi dalam menggalang dana.

B.     Bagi Diri Sendiri
1.      Apabila dilakukan orang lain
Tentunya setiap orang tidak ada yang mau merasa dirugikan apalagi oleh orang lain. Setiap manusia berkeinginan merasakan kenyamanan, kesejahteraan dan kekayaan. Apabila prilaku korupsi ini masih terjadi ditengah-tengah masyarakat kita tentunya kita akan merasa dirugikan, terutama hilangnya hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh kita. Contohnya, dana yang seharusnya digulirkan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan tetapi telah dikorup oleh segelintir orang misalnya, maka hak pendidikan bagi anak dan cucu kita akan hilang, sehingga saudara-saudara kita tidak dapat menikmati hak tersebut. Ini adalah sebuah perampokkan dan perampasan hak secara terstruktur.  Untuk itu hendaknya kita menghindari prilaku tersebut.

2.      Apabila dilakukan oleh diri sendiri
Apabila prilaku korupsi dilakukan oleh diri sendiri tentunya kita seharusnya menyadari, ada hak orang lain yang telah dirampas oleh kita. Prilaku tersebut merupakan pelanggaran pidana terbesar yang akan merugikan diri sendiri dan keluarga. Apabila prilaku tersebut dilakukan secara terus menerus tidak menutup kemungkinan akan timbulnya kehancuran dalam keluarga dan yang pasti kita akan terjerat hukum yang dapat menurunkan harkat, derajat dan martabat kita sendiri.
Belum lagi sanksi sosial dari masyarakat, serta kerugian-kerugian lain yang akan berdampak terhadap keluarga. Seperti dikucilkan dari masyarakat, diperas oleh aparat hukum, dan tentunya penahanan yang bisa dikatakan tidak sebentar dalam penjara.
















BAB III
MENGATASI  KORUPSI


A.    JANGKA PENDEK

Mengatasi Korupsi tidaklah mudah namun semua itu bisa dicapai apabila ada itikad baik dari diri kita sendiri. Mulailah hilangkan prilaku buruk tersebut dari kita sendiri, seperti contohnya sebagai mahasiswa hendaknya kita tidak mencontek pada saat ujian. Di lingkungan kerja tidak melakukan manipulasi anggaran, tidak menyuap untuk kepentingan tertentu, tidak mementingkan diri sendiri dengan melakukan kolusi dan nepotisme.
Apabila mental buruk (prilaku korupsi) sudah tidak menjadi budaya bangsa ini, maka tentunya harapan akan terwujudnya masyarakat madani akan segera tercapai. Masyarakat yang tentram, damai, sejahtera dan berkualitas akan segera terwujud. Bangsa ini tidak akan terpuruk, sehingga dimata dunia bangsa Indonesia akan diperhitungkan.


B.     JANGKA PANJANG
Ada beberapa strategi yang mungkin dapat menghilangkan prilaku buruk (Korupsi) secara jangka panjang. Strategi ini apabila dirumuskan sebagai berikut:

1.    Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.

   2.  Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindak lanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan sosial. 

3.      Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepatkepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan.

4.      Strategi Memutus Rantai
Yaitu strategi yang harus dilakukan sejak dini dengan memberikan pemahaman tentang dampak korupsi dan bahaya laten korupsi bagidiri sendiri dan orang lain. Contohnya dengan memasukkan pelajaran dalam kurikulum bisa saja dengan materi “Pelajaran Anti Korupsi”. Sehingga anak cucu kita dapat memahami arti penting bahaya korupsi bagi bangsanya, dan kerugian-kerugian yang diakibatkannya.

BAB IV
 KESIMPULAN

Korupsi adalah suatu tindak pidana melanggar hukum dengan cara  memperkaya diri sendiri secara langsung, sehingga dapat merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi masyarakat.
Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara. Serta korupsi dapat pula menghancurkan tatanan kehidupan dalam masyarakat. Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.
Dari seluruh uraian diatas maka dengan ini saya berikrar:

“SETELAH MENGETAHUI BAHAYA KORUPSI BAGI RAKYAT DAN DIRI SAYA SENDIRI, SAYA BERJANJI TIDAK AKAN MELAKUKANNYA SEPANJANG HIDUP SAYA”









DAFTAR  PUSTAKA

Buku:
·         Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.
·         Muzadi, H. 2004. Menuju Indonesia Baru, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
·         Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
·         Prof. Dr. H. Dasim Budimasnyah, M.Si. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Pada Perguruan Tinggi. Jakarta : Dwitama Asrimedia.

Internet:
·         http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi
[2] http://netsains.net/2013/07/perilaku-korupsi-di-indonesia-1945-2013/
[3] http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/01/02/mfz0e9-indonesia-ada-di-peringkat-56-negara-terkorup-dunia-tahun-2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar